JAKARTA – Maskapai AirAsia Indonesia siap melakukan investasi untuk pembangunan Terminal 4 Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Maskapai yang berbasis di Malaysia itu juga mengusulkan agar terminal baru tersebut ditujukan sebagai terminal khusus untuk maskapai penerbangan berbiaya murah atau low cost carrier (LCC).
“Salah satu tantangan terbesar industri penerbangan nasional saat ini adalah ketersediaan infrastruktur dalam menunjang ekspansi maskapai,” jelas CEO AirAsia indonesia, Dendy Kurniawan. “Karena itu, kami berkomitmen untuk mulai berpartisipasi dalam pembangunan bandara sampai dengan pengoperasiannya.”
Yang paling konkret dan sekarang dicoba oleh perusahaan, Dendy menambahkan, adalah pembangunan Terminal 4 dan dijadikan terminal khusus LCC, karena di Jakarta belum ada terminal LCC. Padahal, menurutnya, pertumbuhan penumpang di Indonesia atau ASEAN masih didominasi oleh maskapai LCC, bukan full service airline (maskapai layanan penuh atau FSA).
“Maskapai LCC yang mendarat di bandara dengan terminal menggunakan tarif FSA, akan sulit bersaing,” sambung Dendy. “AirAsia rute Jakarta-Kuala Lumpur yang mampu menetapkan tarif dasar minimal Rp559.000, menjadi mahal karena penumpang harus membayar tarif pelayanan jasa penumpang pesawat udara (PJP2U) atau PSC di Terminal 3 sejumlah Rp230.000.”
Dendy menuturkan, pihaknya telah berbicara dengan PT Angkasa Pura II untuk menjadikan rencana pembangunan Terminal 4 Bandara Soekarno-Hatta menjadi terminal khusus LCC. Menurutnya, pihak maskapai bisa diajak untuk bekerja sama dalam pengembangan bandara di Indonesia. “Kami siap berinvestasi untuk mengembangkan bandara bersama dengan pengelola yang memiliki sertifikasi Badan Usaha Bandar Udara (BUBU) dengan skema apa pun,” lanjut Deny.
“Bila akhirnya AirAsia dilibatkan dalam pembangunan Terminal 4 khusus LCC, terminal tersebut nantinya tetap terbuka untuk maskapai-maskapai LCC lain di luar AirAsia,” imbuh Dendy. “Kami hanya ingin Indonesia memiliki terminal khusus LCC sehingga semakin menopang pertumbuhan industri penerbangan, yang saat ini di Asia masih didominasi oleh operator penerbangan bertarif murah.”